Categories
Campur Sari

Sudah Ada Apa di Nusantara Saat Bangsa Porto Datang?


Saat saya mendapatkan pelajaran sejarah dan membaca buku sejarah di sekolah dasar dan menengah tentang Indonesia, yang sering terpikirkan adalah bangsa Portugis dan bangsa asing lainnya datang untuk mencari rempah-rempah ke kepulauan Nusantara dan menemukan bangsa yang terbelakang dan oleh sebab itu mereka dapat menjajah dengan mudahnya. Berhubung saya mendapatkan pengajaran sejarah dari guru yang hidup pada abad ke XX yang mengajar secara patuh berdasarkan buku pedoman, maka saya mendapatkan kesimpulan bahwa bangsa Portugis yang datang pada abad ke XVI tersebut memiliki segala kelebihan dan kepandaian melebihi bangsa yang tinggal di Nusantara ini dan kondisinya sangat terbelakang.

Saat dewasa, melalui studi dan bacaan saya menemukan bahwa praduga saya keliru besar. Pada saat bangsa Portugis memasuki Nusantara, bangsa-bangsa di Nusantara sudah memiliki catatan sejarah dan pengetahuan tentang kesejahteraan fisik, pertanian, sistem moneter, satuan jarak dan berat, kesehatan, penyelenggaran sensus, perpajakan dan seterusnya. Berbagai kerajaan besar sudah menguasai Nusantara yang pada akhirnya mempengaruhi posisi politik daerah-daerah Nusantara. Demak misalnya, sebagai pewaris imperium Majapahit, bahkan dengan berani menyerang Portugis yang berusaha berkuasa di Malaka. Dasar serangan tersebut adalah karena Demak memiliki posisi sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di daerah tersebut.[2]

Dari sisi administratif, Nusantara sebelum kehadiran Portugis juga telah mengenal konsep bernegara yang mengakomodasi kepentingan kerajaan-kerajaan yang sudah ada pada abad XV. Majapahit yang sudah ada di bumi Nusantara telah memiliki sistem pemerintahan yang cenderung bersifat federal. Jawa yang dimaksud oleh Prapanca adalah seluruh tanah Jawa. Sementara negara-negara yang disebut Nusantara adalah negara-negara yang meminta perlindungan yang mencakup Banten, Palembang, Makassar, Pahang, Patan, Bali, Pasai dan Minangkabau. Selain itu ada daerah yang disebut sebagai Desantara yakni daerah-daerah yang dilindungi oleh Majapahit seperti Syangka, Rajapura, Singhanagari, Campa dan Kamboja. Sementara yang disebut Dwipantara adalah adalah daerah yang tidak diperintah langsung tetapi mengikuti aturan-aturan Majapahit yang padanannya adalah seperti negara-negara Persemakmuran Inggris pada masa kini.

Dari sisi aktivitas perekonomian, negara-negara di kawasan Nusantara telah mengenal pertanian, perkebunan, pemanfaatan hutan, peternakan, perburuan dan kerajinan. Sumber-sumber prasasti menyebutkan makanan pokok masyarakat di Nusantara adalah nasi yang terbuat dari beras. Beras pada gilirannya dapat dibuat menjadi minuman beralkohol. Di dalam berita Cina Dinasti Sung disebutkan ada sekitar limabelas istilah untuk menyebut minuman beralkohol dan tujuh minuman yang tidak beralkohol.  Hal ini menunjukkan bahwa bangsa di Nusantara telah mengembangkan sisi kulinari yang beragam yang sampai sekarang masih terkenal di kalangan pencinta panganan dunia.

Dari sisi aktivitas perkonomian, masyarakat Nusantara memiliki sistem perdagangan tingkat lokal, dimana transaksi jual-beli umumnya terjadi di pasar-pasar (pkan) yang berlangsung secara bergilir mengikuti sistem penanggalan lima hari seminggu. Pasar desa induk ini berfungsi sebagai pusat pengumpulan barang pada tataran yang lebih tinggi dengan jaringan yang lebih luas. Sarana perdagangan yang sudah tersedia pada masa pra kedatangan Portugis adalah pasar, pelabuhan (terkait dengan jalan air), dan alat angkut perdagangan (transportasi) yang membawa barang-barang dari dan ke kerajaan Nusantara.

Sistem perdagangan yang menggunakan sarana perdagangan diperkirakan berkaitan dengan sistem penataan desa kuno yang disebut panatur desa. Di dalam tatanan ini, satu desa berperan sebagai desa pusat, dan dikelilingi oleh empat desa di keempat mataangin utama (mancapat: Koentjaraningrat,  1984). Pada gilirannya, ada pasar yang lebih besar yang menjadi pusat pertukaran utama dalam sistem perekonomian kerajaan. Di Jawa lokasi pasar jenis ini terdapat di pelabuhan-pelabuhan Pantai Utara.

Orientasi perdagangan kerajaan-kerajaan di Nusantara adalah wilayah negeri-negeri seperti Sumatra, Asia Tenggara bagian benua, Asia Selatan dan Asia Timur. Pada akhir abad ke XIV wilayah Nusantara Timur kemungkinan dieksplorasi oleh pedagang Jawa untuk mengimbangi upaya pedagang Cina yang langsung mencari komoditas rempah-rempah di daerah tersebut.

Jadi apa yang terjadi saat Portugis sudah berakar di Nusantara? Apa yang disumbangkannya? Peneliti abad ke XIX tidak terlalu banyak menulis sumbangan bangsa Portugis. Mungkin juga karena ia adalah orang Inggris. Ia hanya menulis bahwa Portugis yang datang ke Nusantara tidak menambahkan nilai pengetahuan tentang kesehatan kepada bangsa yang dijajahnya sebagaimana seperti yang disebutkan oleh Alfred Russel Wallace dalam bukunya”Kepulauan Nusantara: Sebuah Kisah Perjalanan, Kajian Manusia dan Alam” (1860). Ia berkunjung ke Timor Timur dan menemukan bahwa koloni Portugis, yang sudah berdiam di Dilli sejak abad XV, tidak memikirkan bagaimana upaya menghindari penyakit malaria yang merajalela di kota tersebut. Padahal dengan pemikiran sederhana untuk membangun pemukiman di atas perbukitan (dan menjauhi muara sungai) yang dekat jaraknya, penyakit malaria sesungguhnya bisa dihindari.

Tetapi di lain pihak, Wallace memuji upaya raja-raja Nusantara dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Ia menuliskan sesuatu yang menarik dan merupakan cara khas Nusantara tentang penyelenggaraan pemerintahan. Di dalam buku yang sama disebutkan bahwa Raja Lombok mengadakan cacah jiwa untuk kepentingan upeti dan perpajakan. Dengan cara khas Nusantara yang berkaitan dengan kehidupan religi, Raja Lombok menggunakan strategi dalam melaksanakan penghitungan sensus penduduk dengan memerintahkan dikumpulkannya jarum dari setiap rumah tangga. Dari jumlah yang terkumpul, maka raja Lombok mengetahui berapa pendapatan rakyatnya dan karenanya berapa besar pajak yang dapat dikenakannya kepada rakyatnya. Catatan ini sesuai dengan penelitian yang ditulis oleh Supratikno Rahardjo bahwa pajak diambil dari hasil bumi dan usaha perdagangan – baik dalam bentuk hasil bumi maupun bentuk lain (logam mulia).

Pengamatan Wallace ini sesuai dengan peninggalan prasasti serta berita-berita Asing dimana disebutkan kerajaan-kerajaan di Nusantara juga sudah memiliki tugas membangun dan memelihara sarana umum yang ada di dalam wilayahnya, khususnya yang berkaitan dengan bangunan peribadatan, spertanian serta pemerintahan. Sarana peribadatan termasuk di dalamnya upah dan makanan bagi tenaga manusia yang melakukan pemeliharaan rumah ibadat. Saluran air dan bendungan untuk sarana pertanian, sementara kompleks keraton beserta sarana penunjangnya masuk dalam upaya pemeliharaan sarana pemerintahan.

Lantas dimana posisi Portugis di dalam kawasan geopolitik Nusantara ini? Wallace menyebutkan bahwa kaum pendatang, dalam ini Portugis, “merupakan penakluk dan penjajah sejati. Mereka memberikan pengaruh berupa perubahan yang cepat di negeri yang mereka jajah… Mereka menirukan gaya bangsa Romawi dalam menerapkan bahasa, agama dan perilakunya kepada suku-suku yang masih liar dan barbar.”

Setidaknya di bidang sekuler, Portugis memiliki peran untuk memperkaya kosa kata bahasa di Nusantara. Wallace menuliskan pada tahun 1860 bahwa kosa kata Portugis dalam bahasa Melayu yang lazim digunakan oleh penduduk asli Ambon dan kepulauan Maluku adalah Pombo (punai); milo (jagung); testa (dahi); horas (jam); alfinet (peniti); cadeira (kursi); lenco (saputangan); fresco (dingin); trigo (terigu); familia (keluarga), yang sampai hari ini masih mempengaruhi bahasa Indonesia yang mengambil akarnya dari bahasa Melayu.


[1] Dibuat dalam rangka tugas mengisi Seminar 500 Tahun Sejak Portugis Mendarat di Nusantara,12 Desember 2011, Kajian Wilayah Eropa, Fakultas PascaSarjana UI

[2] Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit, halaman 24. Penerbit Ragam Media, 2009

[4] Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir, Komunitas Bambu, hal 289.

By junisoehardjo

servant. daughter. sister. friend. aunt. life student. asian. traveller. writer. walker. historical buff. photographer. chocolate philosopher. coffee lover. tea addict. bookworm. movie-goer. animation adorer.

Leave a comment