Categories
Campur Sari

Kenangan Terhadap Ketti Perri

 

 

Dia datang dengan diam-diam pada suatu subuh pada bulan November 2011. Suaranya yang kecil dan menghiba-hiba membuat saya sadar bahwa ada seekor kucing kecil di halaman depan. Tergesa-gesa ke kantor, saya tidak sempat memperhatikan apakah si kucing sendirian atau bersama induknya. Saya kemudian melupakan dia sampai saat saya pulang pada malam hari. Dan melupakannya pada hari-hari berikutnya. Dan melupakannya pada hari-hari berikutnya. Saya ingat kalau mendengar suaranya di pagi hari, dan melupakanya seharian, kemudian ingat lagi kepadanya pada saat malam hari saat saya tiba di rumah.

Kejadian pagi-malam masih berlangsung terus sampai kira-kira 3 minggu sampai saya akhirnya memutuskan untuk memperhatikan si kucing kecil di suatu akhir pekan. Ia sangat kecil pada saat saya berhasil menangkapnya. Tubuhnya bisa saya tampung di dalam telapak tangan saya. Kotor dan bau serta sangat kurus, keadaan si pus sangat menyedihkan.  Kesadaran baru menerpa, saya akhirnya menyadari bahwa ia sudah tidak pernah diurus oleh induknya lagi.

Anak yang terbuang, bisik saya. Ada dua kemungkinan – induknya mendadak mati karena menemui kecelakaan, atau induknya memutuskan untuk terus berjalan melewati hidup tanpa harus direpotkan oleh seekor anak.

Makanan pertama yang saya berikan kepadanya adalah susu kotak yang harganya lebih mahal daripada susu yang diminum oleh Ita, anak asisten saya. Mahal bukan karena nyonya-nya ini bergaya sosialita, tetapi yang tersedia di warung terdekat adalah susu dengan merek tersebut. Kucing kecil itu belajar meminum susu dari piring, sesuatu yang sulit untuk dilakukan kucing sekecil dia. Saya pikir kalau dia tidak bisa minum cara kucing dewasa, maka saya harus membeli pipet. Tetapi si pus ternyata mampu menanggapi tantangan ini walaupun dengan susah payah. Ia berhasil menghabiskan satu piring susu pada siang hari itu. Saya menugaskan Yuyun, anak asuh saya, untuk bertanggungjawab terhadap kesejahteraan si kucing.

Sampai minggu kedua, bahkan sampai bulan keempat, si pus berbulu 3 warna itu belum mendapatkan nama karena saya tidak berniat untuk menjadi terlalu dekat dengannya. Pemikiran saya adalah pus cukup diberikan makan dan minum karena kucing bukan binatang yang biasa saya rawat. Dalam waktu 2 minggu itu juga, kucing (selama berbulan-bulan dia hanya dipanggil dengan “Kucing”) menjadi lebih gemuk dan gembira. Kami hidup dalam rutinitas yakni pagi saat saya ke kantor, dia akan berada di dekat pintu pagar, lalu pada saat saya pulang malam hari, ia akan duduk di depan teras. Kucing tidak pernah boleh masuk ke dalam rumah pada tahap ini. Dari dalam kamar tidur saya sering melihat dia tidur bergelung di atas keset di depan pintu dapur. Terkadang dia sering melihat ke arah jendela saat saya sedang mengintip. Ia tahu saya sedang memperhatikannya. Selama berminggu-minggu tidak ada kejadian yang istimewa. Terkadang saya mengangkatnya dan mengelus bulunya dan mengukur pertumbuhannya. Tidak ada yang abnormal dalam tubuhnya.  Ada satu hal kebiasaannya yang menarik perhatian saya. Ia sangat rapih saat membuang air besar. Sejak kecil ia selalu menutup kotorannya dengan tanah dan dengan rapi. Saya tidak tahu siapa yang mengajarkan kucing kecil itu untuk rapi karena setahu saya ada beberapa kucing yang sangat sembarangan dan lalai dengan kotorannya. Saya memberikan Kucing nilai B untuk ketertibannya. Hidup berjalan lancar. Tetapi kemudian saya membuat kesalahan dengan memberikan dia tulang ayam goreng dengan daging masih bergantung, yang merupakan sisa makanan yang saya makan. Sejak itu Kucing tidak mau lagi minum susu dan kami tidak tahu dari mana dia mampu bertahan hidup. Berhari-hari saya mendiamkan aksi protesnya. Setiap hari saya melihat piring susunya utuh. Ia hanya menyentuh piring air minum saja. Hari ketujuh sejak dia tidak mau lagi minum susu saya akhirnya mengambil keputusan untuk membelikan dia makanan olahan untuk anak kucing. Saya membeli sebungkus makanan kucing sepulang kantor setelah berkonsultasi dengan singkat kepada penjual makanannya. Saat saya memasuki halaman, Kucing memperhatikan saya dengan saksama. Saat bungkusan makanan olahan untuk anak kucing itu dibuka, ia lari mendekat. Kucing tahu apa artinya bau yang enak: makanan enak tersedia.

Selama 3 bulan ia hidup sehat dan hidup dalam disiplin Penguasa Rumah Berkuasa Penuh alias saya. Setiap hari ia makan makanan olahan dua kali. Setiap hari ia minum air bersih. Setiap minggu ia dimandikan dengan paksa. Kucing tumbuh menjadi binatang yang bersih dan gemuk. Tetapi sifat-sifat keliarannya sulit untuk disembunyikan. Ia beredar kemana-mana sepanjang hari. Ia juga tidak menyukai perhatian yang terlalu memanjakan dia. Ia lebih menyukai beristirahat di bawah pohon rindang di siang hari selama berjam-jam.  Ia berlatih memanjat pohon kamboja setiap hari. Ia  menyeringai dan mengeluarkan kukunya kepada Ita dan Yuyun apabila mereka mengajaknya bermain. Mengingat keliarannya itulah maka saya memutuskan untuk membawanya ke dokter hewan agar mendapatkan vaksinasi.

Kami memasukkan dia ke dalam sebuah tas kain dan berjalan kaki ke tempat praktek dokter hewan terdekat pada suatu sore.  Ternyata praktek dokter hewan tersebut kosong dan mengerikan di sore hari sehingga saya menelpon nomor yang tertera di situ. Dokter hewan langganan (peliharaan) saya sudah pindah sekitar 6 kilometer dari rumah kami. Segera kami menyewa kendaraan dan menghampiri penyelamat kucing ini.  Selama perjalanan Kucing sangat gelisah tetapi tidak terlalu panik karena ia tidak bisa melihat pemandangan di luar jendela. Dokter tertawa melihat saya – ia merupakan kenalan lama saya dan tahu bahwa saya adalah penyayang anjing bukan penyayang kucing. Selanjutnya dokter dibantu para asistennya dengan sigap memeriksa Kucing. Berikut ini adalah pendapatnya: Kucing baru berusia lima bulan. Jenis kelaminnya betina – kejutan untuk saya. Ia cukup sehat – sudah tentu! Ia makan makanan enak dan bergizi selama 4 bulan terakhir. Kucing sudah matang untuk kawin sebagai betina – kejutan lagi, bahkan dokter hewan pun terlihat terkejut. Setelah diberikan vaksinasi, Kucing kami bawa pulang. Ia terlihat agak teler karena berbagai obat-obatan yang memenuhi pembeluh darahnya. Malam itu saya putuskan Kucing tidur di halaman belakang.

Sejak itu Kucing berkeliaran di halaman rumah saya dengan bebas. Pagi hari ia ikut membantu Yuyun menyapu halaman – dengan mendampinginya dan berlarian di sekitarnya. Siang hari ia tidur-tiduran. Sore hari ia tidur di teras kamar Yuyun.  Rumah adalah daerah terlarang baginya tetapi Kucing tetap berusaha untuk mengambil kesempatan. Ia tahu saya berada di luar rumah sepanjang hari jadi ia sering beristirahat di sofa saya yang sudah bulukan. Beberapa kali saya memergokinya tidur nyenyak – dengan gaya kaki terbuka sembarangan – di atas sofa. Saya menegur dia dengan keras, dan ia akan lari-lari keluar. Tetapi Kucing bukanlah anjing. Makhluk ini tidak merasa mempunyai tuan atau nyonya. Karakter Kucing adalah angin-anginan. Hari ini dia diberitahu, besok dia lakukan lagi. Ia berusaha menjadi Nyonya Besar di rumah saya. Pada tahap ini saya memberikan dia keleluasaan. Ia boleh beristirahat di dalam perpustakaan saya. Dan ia mempergunakan kesempatan ini dengan baik. Ia suka bergelung di kursi kesayangan saya dan apabila haus, ia minum dari tempat air berisi bunga yang menjadi perhiasan di perpustakaan. Saya tidak tega merusak kesenangannya.

Sebulan berlalu, dan pada Maret 2012, Kucing saya bawa kembali ke dokter hewan. Kali ini ia sudah mendapatkan vaksin anti distemper dan penyakit rabies. Ia juga mendapatkan obat cacing yang dia telan dengan penuh kejengkelan karena saya dan Yuyun memaksa dia menenggak obat pahit itu. Dokter hewan mengingatkan saya bahwa Kucing sudah siap kawin, dan ia harus diberi nama.

Peringatan dokter hewan itu baru saja berdengung.  Saya memutuskan untuk memberikan dia nama Ketti Perri – karena dia centil dan liar seperti penyanyi Katty Perry. Ia cantik berbulu tiga warna. Ia jadi incaran para pejantan di sekitar area kompleks saya. Pada hari ketiga setelah vaksinasi, Ketti Perri sudah menjadi wanita. Ia sibuk melayani para pejantan siang dan malam selama 3 hari 3 malam. Suara pasangan kucing yang sedang asyik masyuk itu menggema di malam hari dan siang hari. Ketti Perri punya stamina luar biasa.

Sebagai penyayang binatang, khususnya anjing, saya tidak tahu bahwa seekor kucing akan berubah sama sekali perilakunya pada musim kawin. Ketti Perri sangat galak dan buas pada masa itu. Ia tidak kembali ke rumah selama seminggu. Saat ia muncul, ia bahkan mencakar Ita dan Yuyun. Sebagai Penguasa Rumah Berkuasa Penuh, saya memberikan keputusan bahwa Ketti Perri tidak patut lagi untuk dijadikan mainan. Makanan disediakan kalau ada, dan tidak diberikan lagi secara reguler.  Ketti Perri tidak perduli tetapi kedua anak kecil di rumah saya itu bersedih hati melihat perubahan perilaku kucing kesayangan mereka.

Suatu hari Ketti Perri mengeong di pagi subuh. Ia tampaknya heran karena tidak ada makanan di piringnya. Ia menghampiri Yuyun, tetapi ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Ia menghampiri saya, tetapi saya mengusirnya. Ia terlunta-lunta selama sehari. Tetapi Ketti Perri cukup cerdas untuk bertahan hidup. Selanjutnya kami menganggap dia sebagai binatang liar, bukan peliharaan lagi. Saya tidak pernah lagi merengkuh dia karena memang tidak mau lagi terlalu dekat kepadanya.

Semua berjalan seperti biasa sampai minggu terakhir di bulan Juli 2012. Ketti menyambut saya dari jauh apabila saya pulang ke rumah. Ketti memperhatikan saya apabila saya sedang bekerja. Ketti membuat saya jengkel apabila ia mengambil jalan pintas melewati ruang tengah. Ketti bersahabat dengan Yuyun dan Ita. Ketti makan potongan roti gandum yang tidak habis saya makan. Ketti mengendap-endap di pagar belakang. Ketti menemani Yuyun menyapu halaman. Ketti membangunkan Yuyun setiap subuh untuk sahur selama bulan Ramadhan tahun ini. Semuanya berjalan biasa.

Sampailah kisah nyata ini pada titik dimana saya baru pulang dari perjalanan dinas keluar kota. Saya memergoki Ketti berlari keluar dari ruang tengah rumah saat saya memasuki pintu. Iya bersikeras Ketti pasti baru masuk saat pintu dibuka. Saya tidak terlalu memperhatikan karena letih. Keesokan harinya adalah suatu hari Minggu yang cerah dan merupakan saat yang indah untuk beristirahat. Rumah kami dipenuhi suara pasangan kucing bercengkerama. Saya menggeleng-gelengkan kepala saat melihat sang jagoan kekasih Ketti mengeong di bawah pohon mangga memanggil buah-hatinya turun. Saya tertawa dalam hati: Ketti sangat mengetahui bagaimana memperlakukan para pejantan itu. Setidaknya ada lima ekor pejantan yang beredar di halaman rumah. Beberapa di antaranya belum pernah saya lihat.

Senin siang saya melihat Ketti bercengkerama di depan teras dapur belakang, saya mengintip dia seraya membawa segayung air untuk membuatnya pindah karena mereka berdua sangat ribut. Ada hal yang aneh pada saat saya memperhatikannya. Ketti berkali-kali berguling-guling seperti kepanasan. Saya tidak mengerti untuk apa ia melakukan itu. Apabila gatal, ia biasa menggosok punggungnya di pohon kamboja kesayangannya. Sewaktu saya muncul menyiramkan air, ia berdiri dan berlari sekaligus memanjat tembok belakang dan pindah ke rumah tetangga. Ia lincah dan trengginas.

Dalam hitungan menit, Ketti bersama kesatrianya yang belang abu-abu sudah berada di halaman depan. Saya tidak terlalu memperhatikan karena saya punya banyak tugas untuk diselesaikan. Saat pak Ade muncul untuk menyerahkan kwitansi pembayaran listrik, sekitar tigapuluh menit kemudian, saya melihat Ketti Perri sudah bersama dengan pejantan berwarna putih hitam. Saya belum pernah melihat pejantan tersebut. Ia besar dan berotot dan nampaknya kucing preman di sekitar kediaman kami. Iya mengusir keduanya. Saya kembali bekerja di ruang depan.

Sejam kemudian saya mendengar suara Ketti. Ia terdengar marah dan jengkel sangat berbeda dengan suaranya sebelumnya yang terdengar begitu asyik masyuk. Perbedaan inilah yang membuat saya berhenti mengetik dan melayangkan mata mencari Ketti mengikuti sumber suaranya. Ternyata ia tidak terlalu jauh. Ketti bergelung di teras pavilyun rumah saya – sudah tentu dengan kekasihnya berada di sekitarnya. Sebelum saya menyadari apa yang terjadi, Ketti melepaskan diri dari cengkeraman Pak Preman Tua, tetapi kaki kanannya terlihat lemah. Ketti terjerembab. Ia berdiri lagi, tetapi terjerembab tak berdaya. Kaki kanannya terlihat tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Ia terbaring dan mengeong-ngeong. Keempat kakinya bergerak-gerak seakan sedang berlari-lari. Pemandangan ini sangat menyadarkan diri saya bahwa ada sesuatu yang keliru. Saya segera melompat berdiri dan berlari keluar dan tanpa pikir panjang lagi menembus pagar tanaman kemudian terhenti di sebelah Ketti.

Suatu pemandangan yang menyedihkan menyambut saya. Ketti tergeletak dengan kepala menengadah.  Napasnya memburu. Kaki-kakinya bergerak-bergerak mendayung udara. Kotoran berwarna hijau dan cair tergenang di bagian belakang tubuhnya. Di sebelahnya berdiri Pak Preman Tua seperti  hilang akal – ia bahkan tidak bergeming saat saya berdiri di sebelahnya. Saya menyentuh kepala Ketti. Ia mengenali saya tetapi tidak bisa melakukan apapun. Saya memanggil Penyewa Pavilyun keluar dan kami berdua memberikan pertolongan sebisa mungkin. Saat Penyewa Pavilyun sedang masuk rumah,  Ketti tiba-tiba menekuk kaki depannya ke dadanya dan melengkungkan punggungnya. Air mukanya menunjukkan kesakitan yang amat sangat. Ia meregang beberapa saat lalu menghembuskan napas. Keempat kakinya terjulur kembali dengan perlahan-lahan. Ketti melakukan hal ini sampai beberapa kali, dan setiap kali ia menghela napas, saya merasa jantung saya seperti berhenti berdetak karena mengira ia akan menghembuskan napasnya yang terakhir.

Keracunan adalah hal pertama yang kami pikirkan. Penyewa Pavilyun menyuapkan air susu kepada Ketti. Ketti sudah terlalu lemah sehingga ia harus kami paksa meneguk susu dengan menopang kepalanya. Kali ini mata si Kucing sudah terpejam. Ia hanya menelan air susu karena gerakan peristatik otot kerongkongannya. Saya kemudian menyadari bahwa Ketti sudah dihinggapi berbagai serangga. Lalat besar dan kecil sudah datang secara tiba-tiba. Penyewa  Pavilyun menyimpan peralatannya sementara saya kembali ke rumah untuk berkonsultasi kepada dokter hewan. Saya mengirimkan SMS karena khawatir mengganggu kesibukan dokter yang sangat sibuk itu. Pada saat yang sama Penyewa Pavilyun terlihat menggendong dan memindahkan Ketti ke bawah pohon kamboja yang cukup rindang. Dilapisi dengan koran, Ketti dibaringkan dengan hati-hati di bawah bayangan daun kamboja. Napasnya semakin lemah. Beberapa kali saya melihat kakinya masih bergerak mengusir lalat. Ketti masih bisa merasakan. Panca inderanya masih berjalan. Ekornya tegak lurus. Tetapi tenaganya semakin habis. Saya berdiri di sebelahnya, memperhatikannya dengan saksama. Akhirnya saya meninggalkan Ketti, tidak tahan melihat penderitaannya.

Saya duduk lagi di kursi kerja saya. Saya bisa memonitor Ketti dari tempat saya bekerja. Beberapa menit kemudian terdengar suara berdenting menunjukkan ada pesan singkat yang masuk. Pesan dari dokter saya yang mengatakan bahwa Ketti pasti dehidrasi sesudah melakukan marathon percintaan berhari-hari. Kondisinya diperburuk oleh diare yang dideritanya sehingga ia mengalami gagal sistem. Dokter Hewan dengan sabar meminta saya untuk menghentikan pemberian susu karena akan memperburuk kondisi pencernaannya. Ia juga meminta saya segera membawa Ketti ke rumah sakit dan memberikan dia infus. Saya termangu melihat pesan tersebut dan mengarahkan mata kepada sosok tubuh yang tergeletak di halaman saya. Saat itulah saya merasakan suatu firasat, dan untuk kedua kalinya pada hari Senin yang sama tersebut, saya melompat dari kursi dan berlari keluar. Saya hampiri Ketti dan tidak merasa terkejut saat menemukan ia sudah tidak bernyawa lagi. Saya terdiam memperhatikan tubuh kecil yang sudah mulai kaku itu. Ketti Perri tertidur abadi di bawah naungan pohon kamboja yang sering ia panjat sewaktu masih kecil.

Selamat jalan Ketti kucing kecilku. Saya yakin saat ini engkau sudah berada di surga bagi flora dan fauna yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Surga yang cantik, tempat dimana banyak kupu-kupu untuk engkau kejar dan pepohonan kamboja untuk engkau panjat kapanpun engkau suka.

Jakarta, 31 Juli 2012

By junisoehardjo

servant. daughter. sister. friend. aunt. life student. asian. traveller. writer. walker. historical buff. photographer. chocolate philosopher. coffee lover. tea addict. bookworm. movie-goer. animation adorer.

Leave a comment